Diduga Langgar IUP dan Tak Bayar Pajak, Enam Tambang Kuarsa Babel Disegel Satgas PKH


Bangka Belitung - Tindakan penyegelan oleh Satgas PKH Babel ini mendapat perhatian serius dari kalangan pemerhati lingkungan. Direktur *Center for Green Justice* Bangka Belitung, *Juli Ramadhani*, menilai bahwa langkah tersebut merupakan sinyal bahwa pemerintah mulai menaruh perhatian terhadap praktik pertambangan yang kerap mengabaikan regulasi. Rabu (5/10/2025)

“Banyak perusahaan tambang pasir kuarsa di Babel yang mengantongi izin di atas kertas, tetapi di lapangan mereka beroperasi di luar WIUP, bahkan melanggar batas kawasan lindung. Kalau Satgas PKH benar melakukan penyegelan, itu langkah berani yang harus dikawal publik,” tegas Juli, Rabu (5/11/2025).

Ia menambahkan, kerusakan lingkungan akibat tambang kuarsa di wilayah Lubukbesar bukan sekadar isapan jempol. 


Banyak lahan bekas galian dibiarkan tanpa reklamasi, mengakibatkan sedimentasi sungai dan penurunan kualitas air tanah.


“Pemerintah harus memastikan ada sanksi pidana bila terbukti ada unsur kesengajaan atau pengabaian kewajiban lingkungan. Jangan hanya disegel, tapi dilanjutkan ke proses hukum,” ujarnya.


*Pengamat Hukum: Bisa Masuk Ranah Pidana Korporasi*

Sementara itu, pengamat hukum pertambangan  Bangka Belitung , *Andi Suryateja, SH., MH*, menilai penyegelan ini bisa menjadi pintu masuk penegakan hukum yang lebih luas. 


Menurutnya, jika ditemukan unsur pelanggaran izin dan penggelapan pajak, maka tindakan perusahaan bisa dijerat dengan *Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020* tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) serta *Pasal 39 UU Nomor 28 Tahun 2007* tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


“Perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan tanpa IUP resmi atau di luar wilayah izin dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar. Bila ada pelanggaran pajak, maka itu ranah hukum pidana korporasi,” ujar Teja panggilan akrab pengamat hukum Babel.

Ia juga menekankan pentingnya koordinasi antara *Satgas PKH, Kejati, dan ESDM Babel* agar penegakan hukum tidak berhenti di tindakan administratif semata.


“Kalau Satgas sudah segel tapi tidak ada tindak lanjut dari aparat penegak hukum, publik akan kembali apatis. Harus ada kepastian hukum,” tandasnya.


*Publik Menunggu Ketegasan Kejati Babel*

Hingga berita ini diterbitkan, publik masih menantikan sikap resmi *Kejaksaan Tinggi Babel* terkait hasil pemeriksaan Satgas PKH. 

Penyegelan enam perusahaan tambang kuarsa ini menambah daftar panjang persoalan tambang mineral non-logam di Bangka Belitung yang kerap luput dari pengawasan dan transparansi.


Apalagi, berdasarkan data ESDM, *nilai ekonomi pasir kuarsa dari Babel mencapai puluhan miliar rupiah per tahun*, sebagian besar diekspor untuk industri kaca, semikonduktor, dan panel surya. 


Namun, kontribusi terhadap pendapatan daerah masih belum sebanding dengan dampak lingkungan yang ditimbulkan.

“Kalau dibiarkan, Babel hanya akan jadi korban eksploitasi, sementara pajaknya lari entah kemana,” pungkas Juli. (Faras Prakasa/KBO Babel)*


*Aktivis Desak Proses Hukum Usai Satgas PKH Segel Enam Tambang Kuarsa di Bangka Tengah*


*Penegakan Hukum Tambang Babel Diuji: Satgas PKH Segel 6 Perusahaan Kuarsa Lubukbesar*


*Aktivis Nilai Penegakan Hukum di Sektor Tambang Masih Lemah*


Bangka Belitung - Tindakan penyegelan oleh Satgas PKH Babel ini mendapat perhatian serius dari kalangan pemerhati lingkungan. Direktur *Center for Green Justice* Bangka Belitung, *Juli Ramadhani*, menilai bahwa langkah tersebut merupakan sinyal bahwa pemerintah mulai menaruh perhatian terhadap praktik pertambangan yang kerap mengabaikan regulasi. Rabu (5/10/2025)

“Banyak perusahaan tambang pasir kuarsa di Babel yang mengantongi izin di atas kertas, tetapi di lapangan mereka beroperasi di luar WIUP, bahkan melanggar batas kawasan lindung. Kalau Satgas PKH benar melakukan penyegelan, itu langkah berani yang harus dikawal publik,” tegas Juli, Rabu (5/11/2025).

Ia menambahkan, kerusakan lingkungan akibat tambang kuarsa di wilayah Lubukbesar bukan sekadar isapan jempol. 


Banyak lahan bekas galian dibiarkan tanpa reklamasi, mengakibatkan sedimentasi sungai dan penurunan kualitas air tanah.


“Pemerintah harus memastikan ada sanksi pidana bila terbukti ada unsur kesengajaan atau pengabaian kewajiban lingkungan. Jangan hanya disegel, tapi dilanjutkan ke proses hukum,” ujarnya.


*Pengamat Hukum: Bisa Masuk Ranah Pidana Korporasi*

Sementara itu, pengamat hukum pertambangan  Bangka Belitung , *Andi Suryateja, SH., MH*, menilai penyegelan ini bisa menjadi pintu masuk penegakan hukum yang lebih luas. 


Menurutnya, jika ditemukan unsur pelanggaran izin dan penggelapan pajak, maka tindakan perusahaan bisa dijerat dengan *Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020* tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) serta *Pasal 39 UU Nomor 28 Tahun 2007* tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


“Perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan tanpa IUP resmi atau di luar wilayah izin dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar. Bila ada pelanggaran pajak, maka itu ranah hukum pidana korporasi,” ujar Teja panggilan akrab pengamat hukum Babel.

Ia juga menekankan pentingnya koordinasi antara *Satgas PKH, Kejati, dan ESDM Babel* agar penegakan hukum tidak berhenti di tindakan administratif semata.


“Kalau Satgas sudah segel tapi tidak ada tindak lanjut dari aparat penegak hukum, publik akan kembali apatis. Harus ada kepastian hukum,” tandasnya.


*Publik Menunggu Ketegasan Kejati Babel*

Hingga berita ini diterbitkan, publik masih menantikan sikap resmi *Kejaksaan Tinggi Babel* terkait hasil pemeriksaan Satgas PKH. 

Penyegelan enam perusahaan tambang kuarsa ini menambah daftar panjang persoalan tambang mineral non-logam di Bangka Belitung yang kerap luput dari pengawasan dan transparansi.


Apalagi, berdasarkan data ESDM, *nilai ekonomi pasir kuarsa dari Babel mencapai puluhan miliar rupiah per tahun*, sebagian besar diekspor untuk industri kaca, semikonduktor, dan panel surya. 


Namun, kontribusi terhadap pendapatan daerah masih belum sebanding dengan dampak lingkungan yang ditimbulkan.

“Kalau dibiarkan, Babel hanya akan jadi korban eksploitasi, sementara pajaknya lari entah kemana,” pungkas Juli. (Faras Prakasa/KBO Babel)

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak

Terimakasih telah berkunjung di website portal berita okepak.online.. Semoga anda senang!!
close