Mantan Mendikbudristek NAM Jadi Tersangka Korupsi Chromebook Rp1,98 Triliun

**Jakarta** – Kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) akhirnya menjerat nama besar. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) menetapkan NAM, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi periode 2019–2024, sebagai tersangka. Jum'at (5/9/2025).


Keputusan ini diumumkan Kamis, 4 September 2025, setelah penyidik mengantongi bukti kuat dari hasil pemeriksaan 120 saksi, 4 ahli, serta dokumen dan petunjuk lain yang memperkuat konstruksi perkara. Kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp1,98 triliun, angka fantastis yang kini tengah dihitung secara rinci oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).


*Awal Mula Skandal*

Kasus ini bermula dari langkah NAM pada Februari 2020, ketika ia melakukan pertemuan dengan Google Indonesia. Pertemuan tersebut membicarakan produk *Google for Education*, termasuk penggunaan Chromebook bagi pelajar. 


Dalam pertemuan lanjutan, tercapai kesepakatan bahwa produk Google seperti ChromeOS dan Chrome Device Management (CDM) akan menjadi dasar proyek pengadaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di lingkungan Kemendikbudristek.


Yang mengundang tanda tanya, proyek ini tetap dipaksakan meski pada 2019, uji coba Chromebook di sekolah-sekolah daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) gagal total. 


Menteri sebelumnya, ME, bahkan menolak menindaklanjuti tawaran Google. Namun, begitu NAM menjabat, surat dari Google yang sebelumnya diabaikan justru dibalas dan ditindaklanjuti.


*Rapat Rahasia dan Spesifikasi Terkunci*

Dalam upaya mengamankan proyek, pada 6 Mei 2020 NAM menggelar rapat terbatas secara daring. Hadir dalam rapat itu sejumlah pejabat kunci: Dirjen PAUD Dikdasmen H, Kepala Balitbang T, serta staf khusus JT dan FH. Rapat berlangsung tertutup dan mewajibkan peserta memakai headset agar pembahasan tak bocor. Inti agenda: pengadaan TIK menggunakan Chromebook.


Instruksi NAM kemudian mengalir ke bawahannya. SW (Direktur SD) dan MUL (Direktur SMP) diperintahkan membuat juklak dan juknis dengan spesifikasi teknis yang secara eksplisit "mengunci" ChromeOS. Tim teknis yang dibentuk pun membuat kajian yang dipaksakan untuk mendukung keputusan tersebut.


Tak berhenti di situ, Februari 2021 NAM menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pendidikan. 


Dalam lampiran aturan itu, kembali tertulis spesifikasi yang hanya bisa dipenuhi oleh produk Chromebook. Ini memperlihatkan bagaimana kebijakan diubah untuk memberi ruang khusus bagi produk tertentu.


*Dugaan Pelanggaran Regulasi*

Tindakan NAM dianggap bertentangan dengan sejumlah regulasi penting. Antara lain, Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2020 tentang Juknis DAK Fisik, Perpres Nomor 16 Tahun 2018 jo. Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, serta Peraturan LKPP terkait pedoman perencanaan pengadaan.


Dalam konteks hukum, NAM dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal ini menegaskan bahwa setiap orang yang memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan menyalahgunakan kewenangan hingga merugikan negara dapat dijatuhi hukuman berat.


*Penahanan dan Dampak Politik*

Untuk kepentingan penyidikan, NAM resmi ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan. 


Penahanan ini sekaligus menegaskan keseriusan Kejaksaan Agung dalam mengusut skandal yang mencoreng dunia pendidikan Indonesia.


Kasus ini bukan hanya soal dugaan kerugian keuangan negara, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap program digitalisasi pendidikan. 


Chromebook yang semula diproyeksikan sebagai jawaban atas kesenjangan akses teknologi, justru berubah menjadi pintu masuk praktik korupsi.


Secara politik, penetapan tersangka terhadap NAM bisa berdampak panjang. Ia dikenal sebagai sosok muda yang digadang-gadang akan terus berkiprah di panggung nasional. Kini, namanya tercoreng, dan publik kembali diingatkan bahwa korupsi tak mengenal usia maupun latar belakang.


*Tantangan Penegakan Hukum*

Kasus ini juga menyoroti bagaimana perusahaan teknologi global bisa ikut terseret dalam pusaran proyek pemerintah jika tidak diawasi ketat. 


Meski Google Indonesia belum disebut sebagai pihak yang bersalah, fakta bahwa pertemuan dan kesepakatan terjadi membuka ruang diskusi tentang etika bisnis internasional dan integritas pejabat negara.


Kejaksaan Agung pun dihadapkan pada tantangan besar: membuktikan seluruh rangkaian perbuatan melawan hukum dan mengembalikan kerugian negara. Publik menanti apakah penyidikan ini akan berkembang ke pihak lain di kementerian maupun swasta yang diduga ikut menikmati keuntungan.


Penetapan NAM sebagai tersangka menegaskan bahwa digitalisasi pendidikan, meski penting, tidak boleh menjadi kedok untuk praktik korupsi. Kasus Chromebook ini menjadi pelajaran mahal bahwa setiap kebijakan harus berpijak pada kebutuhan riil masyarakat, bukan pada kepentingan sempit segelintir elit. (Ari Wibowo/KBO Babel)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak

Terimakasih telah berkunjung di website portal berita okepak.online.. Semoga anda senang!!
close