*PANGKALPINANG — Suara perempuan, suara ibu rumah tangga, bukan sekadar bisik lirih dari sudut dapur rumah tangga. Bagi pasangan bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Pangkalpinang, Saparudin dan Dessy Ayutrina, suara tersebut adalah fondasi utama dalam mewujudkan kota yang adil, manusiawi, dan ramah keluarga.* Selasa (15/7/2025).
Itulah semangat yang terasa dalam silaturahmi yang digelar di Warung Lempah Kuning, Kelurahan Taman Bunga, Kecamatan Gerunggang, Selasa (15/7/2025). Kegiatan yang dihadiri puluhan ibu rumah tangga itu menjadi ruang dialog terbuka antara warga dan pasangan yang akrab disapa Prof Udin dan Cece Dessy.
Tak hanya hadir berdua, pasangan ini juga didampingi oleh sosok senior dan berpengalaman, Muhammad Sopian, mantan Wakil Wali Kota Pangkalpinang dua periode, yang turut memberi dukungan penuh terhadap gaya kepemimpinan partisipatif yang ditawarkan Prof Udin dan Cece Dessy.
Dalam suasana penuh kehangatan, para ibu rumah tangga menyampaikan beragam keluhan dan harapan. Mulai dari sulitnya sistem zonasi sekolah yang kerap menyulitkan anak-anak mereka masuk sekolah negeri, keterbatasan fasilitas pendidikan, hingga masalah layanan kesehatan yang terkendala tunggakan BPJS.
Menanggapi curahan hati para emak-emak, Prof Udin menegaskan bahwa pembangunan sebuah kota tak boleh hanya dilihat dari sisi fisik semata. Jalan, taman, dan gedung memang penting, namun yang jauh lebih esensial adalah memastikan bahwa kebutuhan dasar keluarga-keluarga kecil terpenuhi secara adil dan merata.
“Kami datang bukan untuk memberi janji-janji kosong. Setiap masukan dari masyarakat adalah pijakan bagi kami dalam mengambil keputusan. Kami tidak ingin jadi pemimpin yang berjarak. Kami ingin jadi pemimpin yang hadir, mendengar, dan memahami,” ujar Prof Udin yang juga dikenal sebagai akademisi dengan pengalaman panjang di bidang sosial kemasyarakatan.
Ia juga menambahkan bahwa kebijakan yang berpihak pada perempuan dan anak akan menjadi prioritas utama.
“Ibu-ibu inilah penjaga utama ketahanan keluarga. Kalau mereka dipermudah aksesnya terhadap pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, maka insya Allah Pangkalpinang akan jadi kota yang lebih kuat dan sejahtera,” tambahnya.
Sementara itu, Cece Dessy yang juga dikenal sebagai aktivis perempuan dan pendamping keluarga, menyuarakan hal senada. Menurutnya, problematika yang dihadapi ibu rumah tangga hari ini bukan hal sepele. Mereka adalah wajah nyata dari sistem yang kadang tidak peka terhadap kebutuhan masyarakat bawah.
“Zonasi sekolah misalnya, itu harus ditinjau kembali pelaksanaannya. Banyak anak-anak kita yang punya semangat belajar tinggi tapi terhalang sistem. Begitu juga dengan BPJS. Tidak sedikit warga yang tidak bisa berobat hanya karena administrasi. Kita harus benahi ini dari akarnya,” jelasnya.
Cece juga menekankan bahwa peran perempuan tidak boleh lagi sekadar pelengkap dalam pembangunan.
Mereka harus didengar, diberi ruang, dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
“Ibu rumah tangga itu bukan hanya mengurus rumah, tapi juga penopang ekonomi keluarga, pengatur keseimbangan sosial, dan penjaga moral. Kalau kebijakan publik tidak mendengarkan mereka, maka itu kebijakan yang timpang,” katanya dengan penuh semangat.
Silaturahmi tersebut menjadi momentum penting yang menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan Prof Udin dan Cece Dessy bukan bersifat elitis atau birokratis, melainkan partisipatif dan menyentuh langsung kebutuhan masyarakat. Warga yang hadir pun mengaku merasa dihargai dan dilibatkan.
“Saya senang karena beliau berdua mau datang langsung. Tidak banyak calon pemimpin yang mau duduk bareng emak-emak dan dengar langsung keluhan kami,” ungkap Siti (42), seorang warga yang hadir.
Pertemuan itu juga ditutup dengan penegasan komitmen dari Prof Udin dan Cece Dessy bahwa semua aspirasi yang telah dikumpulkan hari itu akan menjadi bahan penting dalam penyusunan program-program prioritas mereka jika dipercaya memimpin Kota Pangkalpinang.
“Kami bukan hanya ingin mendengar, tapi juga ingin memastikan bahwa suara ibu-ibu akan diterjemahkan menjadi kebijakan. Kami ingin Pangkalpinang menjadi kota yang ramah untuk semua: anak-anak, ibu-ibu, dan keluarga kecil. Dan itu hanya bisa terwujud kalau pemimpinnya punya hati dan telinga untuk mendengar,” tutup Prof Udin.
Silaturahmi ini menjadi bukti bahwa membangun kota bukan hanya soal pembangunan fisik, tapi soal membangun rasa aman, keterlibatan, dan rasa memiliki bagi seluruh warganya. Dan itu dimulai dari langkah kecil: mendengarkan suara-suara yang selama ini terlalu lama dibiarkan sunyi. (KBO Babel)